Tameng Sebelum Bencana: Pentingnya Kesiapsiagaan dan Mitigasi Dini ala Tugas PMI
Indonesia dikenal sebagai wilayah yang rawan bencana, mulai dari gempa bumi, tsunami, hingga banjir dan letusan gunung berapi. Dalam menghadapi risiko geografis yang tinggi ini, konsep kesiapsiagaan dan mitigasi dini menjadi Tameng Sebelum Bencana yang tak ternilai harganya. Tameng Sebelum Bencana merujuk pada serangkaian tindakan terencana yang dilakukan jauh sebelum terjadinya insiden, bertujuan meminimalkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Upaya yang secara gencar didorong oleh berbagai lembaga kemanusiaan, termasuk Palang Merah Indonesia (PMI), ini menegaskan bahwa Tameng Sebelum Bencana adalah tanggung jawab kolektif.
1. Pergeseran Paradigma: Dari Respons ke Kesiapsiagaan
Selama beberapa dekade, penanganan bencana di Indonesia cenderung berfokus pada respons cepat setelah kejadian. Namun, PMI dan lembaga terkait lainnya telah mendorong pergeseran paradigma menuju mitigasi.
- Mengurangi Risiko: Mitigasi bukan hanya tentang membangun infrastruktur tahan gempa, tetapi juga tentang non-struktural, seperti penyuluhan, pemetaan risiko, dan perencanaan tata ruang. PMI sering terlibat dalam pendataan wilayah rawan bencana, contohnya, pemetaan wilayah pesisir di Aceh yang rawan tsunami, yang dilakukan secara berkala setiap dua tahun.
- Peran Relawan: Relawan PMI, yang tersebar di lebih dari 470 cabang di seluruh Indonesia, memainkan peran sentral dalam memimpin edukasi mitigasi di tingkat komunitas. Mereka dilatih untuk mengidentifikasi ancaman lokal dan mengembangkan Rencana Kesiapsiagaan Bencana (RKB) berbasis masyarakat.
2. Kunci Kesiapsiagaan Dini PMI
Kesiapsiagaan yang efektif memiliki beberapa komponen kunci yang harus dikuasai oleh setiap individu dan komunitas.
- Pelatihan Pertolongan Pertama: PMI secara rutin menyelenggarakan pelatihan pertolongan pertama dasar (Basic First Aid) kepada masyarakat umum. Pelatihan ini mengajarkan keterampilan menyelamatkan nyawa, seperti resusitasi jantung paru (RJP) dan penanganan perdarahan, yang sangat krusial pada 30 menit pertama pascabencana, saat bantuan profesional mungkin belum tiba.
- Simulasi Bencana (Drills): Latihan simulasi atau drill membantu masyarakat mempraktikkan jalur evakuasi dan titik kumpul yang telah ditetapkan. Misalnya, simulasi gempa yang dilakukan di sekolah-sekolah pada hari Rabu pagi pukul 10.00 WIB melatih siswa untuk segera melakukan Duck, Cover, and Hold (merunduk, berlindung, dan berpegangan). Latihan yang diulang secara berkala ini mengurangi kepanikan saat bencana sesungguhnya terjadi.
- Penyediaan Tas Siaga Bencana (TSB): TSB, atau Survival Kit, adalah tas berisi kebutuhan dasar seperti makanan instan, air minum, obat-obatan pribadi, senter, peluit, dan dokumen penting. PMI menyarankan setiap keluarga untuk menyiapkan TSB dan meletakkannya di tempat yang mudah dijangkau untuk evakuasi cepat.
3. Aspek Komunikasi dan Koordinasi
Efektivitas Tameng Sebelum Bencana juga sangat bergantung pada sistem komunikasi dan koordinasi yang jelas.
- Sistem Peringatan Dini: Lembaga seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bertanggung jawab mengeluarkan sistem peringatan dini. Penting bagi PMI dan komunitas untuk memiliki saluran komunikasi yang teruji (misalnya radio komunikasi atau sirene lokal) untuk menyebarkan informasi ini dengan cepat dan akurat.
- Kerja Sama Lintas Sektor: PMI sering bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan bahkan kepolisian setempat (misalnya, di tingkat Polsek) untuk memverifikasi jalur aman dan mengamankan lokasi evakuasi, memastikan bahwa respons yang terencana dapat dijalankan tanpa hambatan.
Kesiapsiagaan dan mitigasi dini adalah investasi yang menyelamatkan jiwa, menegaskan bahwa persiapan adalah setengah dari keberhasilan dalam menghadapi bencana.
