Luka Fisik dan Trauma Batin: Integrasi Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Psikososial (DPP) PMI

Bencana alam tidak hanya meninggalkan puing-puing bangunan, tetapi juga luka fisik dan trauma psikologis yang mendalam pada para penyintas. Palang Merah Indonesia (PMI) menyadari bahwa pemulihan sejati membutuhkan pendekatan holistik, bukan sekadar mengobati patah tulang atau luka luar. Oleh karena itu, PMI menerapkan Integrasi Pelayanan Kesehatan dengan Dukungan Psikososial (DPP) di setiap posko dan fasilitas kesehatan darurat. Integrasi Pelayanan Kesehatan dan mental ini memastikan bahwa korban mendapatkan perhatian penuh terhadap kesejahteraan fisik dan emosional mereka. Tanpa Integrasi Pelayanan Kesehatan dan mental yang seimbang, pemulihan jangka panjang akan terhambat, bahkan setelah lingkungan fisik kembali normal.


Prinsip Holistik dalam Layanan Kesehatan Darurat

Dalam situasi darurat, layanan kesehatan PMI dimulai dengan triage dan stabilisasi cedera fisik di Posko Kesehatan Lapangan. Namun, tim medis PMI dilatih untuk selalu mengawali interaksi dengan Psychological First Aid (PFA), atau Pertolongan Pertama Psikologis. PFA adalah langkah awal DPP yang dilakukan oleh semua petugas, termasuk perawat dan dokter, untuk menenangkan, mendengarkan, dan menghubungkan korban dengan informasi dan dukungan praktis yang mereka butuhkan.

Integrasi Pelayanan Kesehatan ini terlihat jelas dalam alur kerja: seorang penyintas yang menerima perawatan luka di Klinik Bergerak PMI (misalnya, di Kabupaten Lombok Utara pasca gempa 2018) akan langsung ditanyakan mengenai kondisi mental mereka. Apakah mereka mengalami kesulitan tidur, mimpi buruk, atau kecemasan berlebihan. Data awal ini direkam pada kartu medis mereka, memastikan bahwa setiap korban secara otomatis disaring untuk kebutuhan DPP.

Peran Kunci Tim Dukungan Psikososial (DPP)

Tim DPP PMI terdiri dari relawan yang memiliki latar belakang psikologi, konseling, atau telah menjalani pelatihan khusus PMI. Tugas mereka adalah mengelola dampak emosional jangka pendek dan panjang dari bencana.

  1. Aktivitas Terstruktur untuk Anak-Anak: Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap trauma batin. DPP PMI menyelenggarakan kegiatan Fun Games, menggambar, dan mendongeng di area ramah anak yang didirikan di dalam pengungsian. Aktivitas-aktivitas ini membantu anak-anak memproses pengalaman traumatis mereka melalui permainan, bukan melalui interogasi yang menakutkan. Koordinator DPP PMI Provinsi Jawa Barat, Ibu Ratna Wulandari, melaporkan bahwa sesi DPP wajib dilaksanakan minimal dua kali sehari di pengungsian besar.
  2. Sesi Dukungan Kelompok: Untuk orang dewasa dan lansia, tim DPP memfasilitasi sesi diskusi kelompok. Ini memberikan ruang aman bagi penyintas untuk berbagi pengalaman, rasa kehilangan, dan menemukan dukungan emosional dari sesama korban. Sesi ini juga berfungsi untuk mengidentifikasi individu yang mungkin memerlukan rujukan ke layanan kesehatan mental profesional di luar kapasitas PMI.

Integrasi Pelayanan Kesehatan untuk Pemulihan Jangka Panjang

PMI menyadari bahwa trauma batin tidak berakhir ketika sesi Fun Games selesai. Program DPP harus berlanjut hingga fase pemulihan (recovery). Tim DPP bekerja sama dengan Kepala Desa dan Aparat setempat untuk menindaklanjuti kasus-kasus rentan, terutama korban yang mengalami kehilangan keluarga besar.

Pada kasus bencana yang terjadi di Desa Sembalun, Lombok, PMI bekerjasama dengan dinas sosial setempat untuk menyelenggarakan sesi konseling lanjutan setiap bulan selama enam bulan pasca-bencana. Data yang dihimpun oleh tim medis PMI menunjukkan bahwa Integrasi Pelayanan Kesehatan ini, yang mencakup nutrisi, pengobatan fisik, dan dukungan emosional, secara signifikan mempercepat pemulihan total. Dengan menyediakan perawatan yang mencakup tubuh dan jiwa, PMI membantu korban bencana bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi untuk pulih sepenuhnya dan membangun kembali kehidupan mereka.